Selasa, 22 Maret 2011

Gedung Sate dan Sejarahnya

Sebutan Gedung Sate pastinya tidak akan asing ditelinga masyarakat Indonesia. Memang aneh mengapa gedung putih yang besar dan bernilai arsitektur tinggi itu disebut Gedung Sate. Daya tarik Gedung Sate terletak pada keindahan arsitekturnya yang bergaya Italia pada zaman Renaissance. Sebagai bangunan tua yang saat ini menjadi gedung pusat pemerintahan provinsi Jawa Barat ini masih menyimpan banyak sekali misteri yang belum terpecahkan. Misal soal lorong bawah tanah yang menghubungkan beberapa tempat di kota Bandung.

Dijajah Belanda selama lebih dari 3,5 Abad ternyata banyak meninggalkan sisi positif. Antara lain peninggalan-peninggalannya berupa bangunan kuno dengan arsitektur bernilai tinggi. Seperti bangunan-bangunan tua yang ada dikota Kembang ini atau bahkan dikota-kota lain diIndonesia, peninggalan-peninggalan selalu saja menyimpan cerita-cerita unik. Di kota Bandung sendiri, hingga kini masih bisa dilihat adanya bangunan-bangunan tua yang bertebaran di pusat kota. Termasuknya Gedung Sate yang berada di kawasan Bandung Utara.


Pada awal 1916, Bandung pernah dipilih oleh Pemerintah Belanda sebagai ibukota negeri jajahannya di Nusantara. Kawasan yang dipilih adalah Bandung Utara yang terkenal berhawa sejuk. Selain itu, kawasan ini juga memiliki pemandangan alam yang indah. Konon, iklan kota Bandung kala itu senyaman negara Perancis Selatan di musim panas. Pendeknya, pemerintah Belanda ingin menyulap kawasan itu menjadi pusat perkantoran Netherlandsch Oost Indie.


Lahan untuk pusat perkantoran ibukota Nederlandsch Oost Indie yang disediakan oleh pihak Gemeente (Kotapraja) Bandung mencapai 27 Ha. Lahan itu berbentuk persegi panjang yang membentang dari Selatan ke Utara. Pembangunan dimulai dari tanah untuk bangunan pusat pemerintahan atau Gouvernements Bedrijven (GB) yang kini disebut masyarakat sekitar Gedung Sate, bersumbu lurus ke tengah-tengah Gunung Tangkubanparahu.


Sekitar tahun 1920-an, rencana pembangunan perkantoran itu mulai dikerjakan. Tapi sayang, rencana pembangunan itu gagal dihantam resesi ekonomi dunia yang juga menghantam negeri Belanda pada 1930-an. Untunglah ketika itu beberapa gedung untuk kantor pemerintahan sudah selesai dibangun, termasuk Gedung Sate, yang saat ini dijadikan sebagai kantor pemerintahan propinsi Jawa Barat.


Masyarakat ketika itu menyebut Gedung Sate dengan sebutan Gedong Hebe, singkatan dari "GB" (Gouvernements Bedrijven). Dalam perkembangannya, masyarakat lebih suka menyebutnya Gedung Sate. Di sebut Gedung Sate karena di puncak menara gedung tersebut terdapat tusuk sate dengan 6 buah ornamen berbentuk jambu air.


Dari ceritanya, ornamen yang seperti sate itu melambangkan modal awal pembangunan pusat perkantoran itu dibiayai 6 juta golden. Namun menurut sebuah majalah Economische Geographie yang terbit tahun 1919, pihak Gemeente hanya menyediakan dana 5 juta gulden.

Untuk pembangunan sebuah kota yang sudah memerlukan anggaran yang besar. Dari demikian banyak rencana yang harus dibangun, hanya sebagian kecil yang terselesaikan, antara lain Gedung Sate ini. Peletakan batu pertama pembangunan Gedung Sate dilaksanakan pada 27 Juli 1920 oleh Nona Johanna Catherina Coops, putri sulung Walikota Bandung B Coops, dan Nona Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia.


Bangunan gedung ini dirancang oleh arsitek Ir J Berger dari Landsgevouwdienst, atau semacam dinas pembangunan gedung-gedung pemerintah dari Negeri Belanda. Ketika itu Belanda sudah mempersiapkan bangunan resmi yang dapat menimbulkan kesan anggun, megah dan monumental.

Proses pembangunan Gedung putih yang megah ini memakan waktu 4 tahun, dengan mempekerjakan lebih dari 2.000 pekerja. Diantaranya terdapat 150 orang pemahat batu dan pengukir kayu orang-orang Cina dari Konghu atau Kanton. Tahun 1924, pembangunan gedungpun telah selesai secara keseluruhan.


Lorong Rahasia Gedung Sate memang diakui elok karena arsitekturnya bergaya Italia dimasa Renaissance, terutama untuk bangunan sayap. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan, mirip atap "meru" dari Bali atau pagoda dari Thailand. Bahan-bahan pembangunannya sebagian menggunakan kepingan batu berukuran besar, yang digali dari Gunung Arcamanik dan Gunung Manglayang di Bandung Timur. Melalui kereta gantung (cable car) batu-batu besar itu diangkut menuruni perbukitan hingga ke lokasi pembangunan.


Meski selesai secara keseluruhan, namun masih ada yang mengganjal dihati masyarakat. Yaitu beredarnya kabar soal lorong bawah tanah Gedung Sate, lorong itu berhubungan dengan Gedung Pakuan, yang kini menjadi rumah dinas gubernur Jawa Barat. Lorong itu sengaja di bangun Belanda sebagai jalan rahasia. Bila hal itu benar, tentu merupakan kejutan besar. Sebab masyarakat Bandung khususnya, bisa berjalan-jalan di bawah tanah kota Bandung yang sehari-harinya dipadati lalu lintas. Karena itu pula, tidak heran bila soal ini terus berkembang hingga kini. Bahkan beberapa waktu lalu, pihak Gedung Sate sempat kebanjiran pertanyaan dari masyarakat soal adanya lorong bawah tanah itu.


Beberapa pertanyaan dari masyarakat itu mempertanyakan soal salah satu ruang di lantai dasar Gedung Sate yang tidak pernah dibuka. Konon ruang itu merupakan pintu utama menghubungkan lorong bawah tanah ke Gedung Pakuan. Tapi pihak Gedung Sate menepis kabar itu. Untuk menghilangkan keraguan masyarakat, Gubernur Nuriana mempersilahkan masyarakat luas untuk berkunjung ke gedung itu kapan saja. Namun tetap saja, misteri lorong bawah tanah itu selalu menjadi tanda tanya yang tidak terjawab.


Beberapa staf bagian hubungan masyarakat Gedung Sate juga menggelengkan kepala. Mereka tidak tahu menahu soal keberadaan lorong bawah tanah yang kontroversial itu. Menurut mereka, sudah tidak ada lagi saksi sejarah yang tahu persis lika-liku Gedung Sate. Bahkan sejak dialihkan dari kantor Pekerjaan Umum menjadi kantor Pemda JaBar, dokumen-dokumen penting soal Gedung Sate juga turut di pindah. "Coba saja tanyakan ke kantor Pekerjaan Umum," tutur salah seorang pegawai Humas.

Di masa perang kemerdekaan, Gedung Sate juga mencatat sejarah berdarah. Peristiwa itu seolah menjadi tumbal untuk keanggunan Gedung Sate. Pada 3 Desember 1945, sebanyak 7 pemuda tewas bersimbah darah. Dada mereka tertembus timah panas ketika mempertahankan gedung itu yang hendak di rebut pasukan Gurkha. Kepahlawanan mereka dikenang hingga kini. Untuk itu, dihalaman Gedung Sate terdapat sebuah batu besar sebagai prasasti heroik. Dan tanggal 3 Desember, dinyatakan sebagai hari Bhakti Pekerjaaan Umum nasional, karena ketika peristiwa berdarah itu terjadi, gedung masih digunakan sebagai kantor Jawatan Pekerjaan Umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar