Senin, 07 Maret 2011

PEMBANGUNAN TANPA AGAMA

Sejarah telah merekan perjalanan panjan bangsa dalam pasang surut kehidupan nasional kita. Yang amat menyedihkan dan merupakan episode kelabu sejarah perjalan bangsa ialah kenyataan, pernah terjadinya suksesi kepemimpinan nasional dengan cara yang tidak normal. Sungguh sangat tragis bahwa di masa-masa itu ditemukan terjadinya berbagai penyimpangan konstitusi melalui kebijakan-kebijakan politik, mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan dan hak asasi, cenderung menjadi otoriter dan ingin memonopoli kepentingan-kepentingan yang menyangkut ekonomi dan kebutuhan orang banyak.
Kita masih diliputi keprihatinan yang mendalam tentang merebaknya sifat serakah, korupsi, penyelewengan hukum dan kekuasaan atau penyalahgunaan jabatan yang kelihatannya telah membudaya disebagian kalangan masyarakat. Begitu juga dengan membudayanya permainan-permainan kotor dalam memperoleh harta dengan segala macam versi dan bentuknya. Itulah yang menjadi tantangan berat bagi semua yang ingin memberantasnya baik pemerintah ataupun masyarakat.
Dari sudut pandang ajaran ISLAM, dari aspek teoritik dan empirik, apa yang dapat disimpulkan dari perjalanan kepemimpinan nasional yang berakhir dengan tragis tersebut? Jawabnya adalah hilangnya amanah. Amanah ALLAH, amanah rakyat, dan amanah konstitusi.
Dalam upaya membangun masyarakat dan bangsa selama ini faktor agama dan nilai selalu dinomor duakan dengan segala akibatnya yang menyedihkan. Orientasi pembangunan kita terlalu cenderung pada nilai-nilai sekuler.
Sebaiknya kita menghindarkan umat dan bangsa kita dari kesalahan-kesalahan yang ditempuh negara-negara maju dengan modernismenya yang sekuler, yang hampa dari nilai-nilai rohaniah. Pembangunan yang hanya bertumpu pada science dan teknologi, mengabaikan nilai-nilai religius, akan mengantarkan kita keujung malapetaka.
Dalam bidang pembangunan ekonomi misalnya, sudah saatnya kita kembali kepada sistem ekonomi syariah yang salah satu prinsipnya adalah berlandaskan keadilan dan keseimbangan.
The New Economic Foundation (NEF), sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang berpusat di Inggris, dalam penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2002 lalu, menemukan bahwa dalam kurun waktu 1980 hingga 1990, dari setiap peningkatan pendapatan perkapita sebesar 100 USD, kelompok miskin hanya menikmati 2,2 USD atau 2,2% saja. Sedangkan sisanya 97,8 USD dinikmati oleh kelompok kaya. Memasuki era 1990-2001, kesenjangan tersebut semakin besar. Dari setiap kenaikan pendapatan perkapita sebesar 100 USD, kelompok miskin hanya mendapat 60 sen saja, sedangkan sisanya 99,4 USD dinikmati kelompok kaya. Akibatnya daya beli masyarakat miskin mengalami penurunan sebesar 173%!!!!!.

raya-worldabout.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar